Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung menyita Rp11,8 triliun dari korporasi Wilmar Group dalam perkara korupsi persetujuan ekspor Crude Palm Oil (CPO) periode 2021—2022.
“Langkah progresif Kejaksaan Agung ini patut diapresiasi. Ini adalah bentuk nyata komitmen penegakan hukum dan perlindungan terhadap kepentingan negara,” kata Menko Budi dalam siaran pers resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.
Budi menjelaskan bahwa pihaknya mendukung penuh penanganan kasus korupsi CPO Wilmar Group yang saat ini sedang diusut Kejaksaan Agung.
Ia juga mendukung langkah-langkah pihak di bawah naungan Desk Penindakan Korupsi bentukan Menko Polkam yang terlibat dalam penanganan kasus korupsi tersebut.
Budi berharap penangan kasus korupsi ini bisa berjalan dengan adil dan transparan demi terciptanya keyakinan publik akan kinerja penegak hukum Indonesia.
“Penanganan kasus ini akan menjadi contoh penting dalam penegakan hukum yang adil dan transparan. Pemerintah akan terus mengawal proses hukum ini hingga tuntas,” kata Budi.
Kejagung menyita uang sebesar Rp11 triliun dari terdakwa korporasi PT Wilmar Group terkait perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau CPO dan produk turunannya pada tahun 2022.
Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Sutikno dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/6) ,mengatakan bahwa uang triliunan tersebut disita dari lima terdakwa korporasi yang tergabung dalam PT Wilmar Group.
Kelima perusahaan itu adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Kelima terdakwa korporasi tersebut di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah diputus oleh hakim dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum sehingga penuntut umum melakukan upaya hukum kasasi yang hingga saat ini perkaranya masih ada dalam tahap pemeriksaan kasasi.
Sutikno mengemukakan, akibat perbuatan para terdakwa korporasi, negara mengalami kerugian dalam tiga bentuk, yaitu kerugian keuangan negara, illegal gain, dan kerugian perekonomian negara yang seluruhnya sebesar Rp11.880.351.802.619,00.
“Kerugian berdasarkan penghitungan hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan laporan kajian analisis keuntungan ilegal dan kerugian perekonomian negara dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM),” ucapnya.
Sutikno memerinci jumlah tersebut terdiri atas PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp3.997.042.917.832,42; PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp39.756.429.964,94; PT Sinar Alam Permai sebesar Rp483.961.045.417,33; PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp57.303.038.077,64; dan PT Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp7.302.288.371.326,78.
Lalu, dalam perkembangannya pada tanggal 23 dan 26 Mei 2025, kelima terdakwa korporasi itu mengembalikan seluruh uang sebagaimana total nilai kerugian yang ditetapkan, yaitu sebesar Rp11.880.351.802.619,00.
“Uang tersebut sekarang kami simpan di rekening penampungan lain (RPL) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Bank Mandiri,” kata Sutikno.
Copyright © ANTARA 2025