Rupiah melemah karena reaksi “short-covering” pasar

  • Bagikan

Jakarta – Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra memperkirakan rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) disebabkan reaksi short-covering pasar pasca penguatan besar terjadi sejak pengumuman rapat Federal Reserve (The Fed).

“Rupiah bisa bergerak melemah hari ini terhadap dolar AS mengikuti pelemahan nilai tukar lainnya terhadap dolar AS pagi ini. Pelemahan bisa disebabkan reaksi short-covering pasar setelah penguatan besar yang terjadi sejak pengumuman rapat The Fed, sembari menunggu petunjuk baru mengenai kebijakan moneter AS ke depan melalui data ekonomi AS ataupun komentar-komentar petinggi The Fed,” ujar dia ketika dihubungi ANTARA, Jakarta, Selasa.

Seperti diketahui, pada penutupan perdagangan Senin (6/11), mata uang rupiah menguat sebesar 189 poin atau 1,21 persen menjadi Rp15.539 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.728 per dolar AS.

Karena penguatan tajam tersebut, pasar bereaksi short-covering. Apabila harga bergerak ke satu arah selama beberapa hari dengan pergerakan besar, maka pasar merasa tidak ada data lanjutan yang mendorong pembelian dolar AS, sehingga para investor memutuskan mengambil profit dengan membeli dolar AS.

“(Short-covering) berarti aksi penguatan rupiah dengan penjualan dolar AS dibalas dengan aksi sebaliknya, yakni pembelian dollar AS. Biasanya untuk merealisasikan profit,” katanya.

Di samping itu, data neraca perdagangan China bulan Oktober 2023 bisa menjadi penggerak nilai tukar mengingat negara tersebut memiliki perekonomian terbesar kedua di dunia dan menjadi indikator pasar soal pelambatan ekonomi.

Jika data menunjukkan penurunan ekspor atau impor yang dalam, lanjutnya, pasar bisa bereaksi negatif mengenai aset berisiko, sehingga bisa mendorong penguatan dolar AS lagi.

“Ekspektasi trade balance China surplus 81 miliar dolar AS,” ucap dia.

Meninjau sentimen dari dalam negeri, data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III/2023 yang di bawah ekspektasi pasar dapat menjadi faktor penekan rupiah, yakni 4,94 persen secara tahunan (year on year/yoy) dengan harapan di atas 5 persen.

Selain itu, data cadangan devisa (cadev) yang merupakan suplai dolar AS dalam negeri yang akan dirilis pagi ini juga bisa menjadi penggerak nilai tukar rupiah. Penurunan cadev yang dalam mampu memberikan tekanan ke rupiah.

“Potensi pelemahan ke arah Rp15.600, dengan potensi support di sekitar Rp15.500,” ungkap Ariston.

Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi melemah sebesar 0,22 persen atau 34 poin menjadi Rp15.573 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.539 per dolar AS. (Red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *