FINROLL.com – Pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri soal tanda kecurangan pemilu disebut menjadi “pukulan” buat Presiden Joko Widodo dan keluarga.
Meski tidak menyebut nama, pernyataan Megawati soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu dinilai untuk menyentil Jokowi dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.
“Statement Mega yang menyatakan saat ini sudah ada tanda-tanda kecurangan pemilu merupakan sentilan sekaligus pukulan Mega terhadap Jokowi dan keluarganya,” kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam kepada Kompas.com, Minggu (12/11/2023).
Umam menduga, Megawati kecewa dan marah besar ke Jokowi dan keluarga. Bahkan, menurutnya, pernyataan Mega menjadi tanda “perpisahan” PDI-P dengan Jokowi dan keluarga yang kini berada di kubu bakal calon presiden (capres) Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto.
Ketika Mega dalam pernyataannya menekankan soal sejarah kekuasaan Orde Baru, kata Umam, Presiden kelima RI itu bermaksud menyinggung praktik kekuasaan Jokowi yang sentralistik.
Ini dibuktikan dari putusan MK terkait uji materi syarat capres-cawapres yang memuluskan jalan Gibran ke panggung pemilu presiden sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) Koalisi Indonesia Maju pendamping Prabowo.
“Sikap resmi Bu Mega menjadi tanda ‘titik pisah’ antara PDI-P dan Megawati dengan Jokowi dan keluarga besarnya,” ucap Umam.
Meski marah dan kecewa, lanjut Umam, kali ini Megawati terkesan tidak meledak-ledak, dan justru cenderung sendu.
Megawati disebut sengaja menahan diri untuk tidak menyebut langsung sosok Gibran, Prabowo, atau Jokowi. Bisa jadi, ini bagian dari strategi politik mendatang.
“Pertanyaan Megawati menunjukkan besarnya kekecewaan dan kemarahannya terhadap dinamika politik mutakhir, namun semua itu disampaikan dengan cara yang tidak vulgar, bahkan lebih terkesan sedih,” kata Umam.
“Tampaknya PDI-P masih mencoba berhati-hati dan mengantisipasi perubahan peta jika pilpres berjalan dua putaran nanti,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Adapun dalam pernyataannya, Megawati mengaku sangat prihatin terhadap dinamika politik yang melibatkan MK baru-baru ini. Mega menyebut, peristiwa ini memperlihatkan terjadinya manipulasi hukum.
“Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi. Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, politik atas dasar nurani,” kata Megawati dalam tayangan YouTube PDI Perjuangan, Minggu (12/11/2023).
Megawati menyebut bahwa pembentukan MK merupakan bagian dari reformasi yang dikehendaki oleh rakyat. Reformasi menjadi momen perlawanan rakyat terhadap watak dan kultur pemerintahan yang pada waktu itu sangat otoriter.
“Dalam kultur dan sangat sentralistik ini, lahirlah nepotisme, kolusi, dan korupsi. Praktik kekuasaan yang seperti inilah yang mendorong lahirnya reformasi,” ujarnya. (Kompas)